Langsung ke konten utama

Bersetubuh yang halal

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.


Ada istilah “wath’u” (الوطء) dan istilah “jima’” (الجماع), keduanya dimaksudkan untuk hubungan badan atau bersetubuh. Dalam istilah fiqih, jima’ didefinisikan dengan memasukkan kemaluan laki-laki pada kemaluan perempuan sehingga seakan-akan seperti satu kesatuan.



Macam Jima’



Perlu sekali kita mengetahui tentang masalah jima’ ini karena akan berkonsekuensi pada hukum halal dan haram. Ada jima’ (hubungan badan) yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam dosa bahkan dosa besar. Namun ada jima’ yang mengantarkan pada meraih pahala. Oleh karena itu, para ulama fiqih membagi jima’ menjadi dua macam, yaitu jima’ masyru’ dan jima’ mahzhur. Jima’ masyru’ adalah jima’ yang halal, yaitu berhubungan badan dengan istri atau hamba sahaya. Namun jima’ seperti ini dapat berubah menjadi haram (jima’ mahzhur) ketika menyetubuhi istri dalam keadaan haidh atau nifas.



Jima’ mahzhur yang berkonsekuensi haram dapat dibagi menjadi dua macam:



1. Jima’ yang haram yang sewaktu-waktu bisa berubah jadi halal. Seperti jima’ dengan wanita bukan mahrom di kemaluannya setelah menikahinya. Setelah menikahinya barulah menjadi halal, sebelumnya haram.



2. Jima’ yang selama-lamanya tetap haram, tidak bisa berubah menjadi halal. Seperti liwath (homoseksual), menyetubuhi wanita yang halal untuknya tetapi di duburnya, menyetubuhi wanita yang belum halal untuknya (belum dinikahi atau belum menjadi budak), menyetubuhi binatang. Yang lebih parah, apabila yang disetubuhi masih ada hubungan mahrom.



Sebab Jima’ yang Halal



Sekarang kita melihat jima’ yang masyru’ (yang halal). Ada dua sebab yang menyebabkan jima’ menjadi halal, yaitu akad nikah dan pemilikan hamba sahaya.



Pasangan yang telah menikah boleh menyetubuhi pasangannya kapan pun itu. Waktu yang dikecualikan adalah ketika haidh, mendapati nifas, dalam keadaan dizhihar sebelum bayar kafaroh, dalam keadaan ihrom dan beberapa kondisi lainnya. Mengenai halalnya hubungan badan keduanya disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,



وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)



“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).



Dalam ayat di atas disebutkan pula mengenai halalnya hamba sahaya yang dimiliki oleh tuannya, artinya ia boleh disetubuhi layaknya istri. Bahkan para ulama tidak berselisih pendapat tentang bolehnya menyetubuhi hamba sahaya yang telah sah dimiliki, sekali pun tanpa melalui akad nikah. Ibnu Qudamah berkata, “Hamba sahaya memberikan manfaat dalam kepemilikan, termasuk di dalamnya adalah bolehnya disetubuhi (oleh tuannya).”



Pahala Jima’ yang Halal



Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Dzar Al Ghifari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ »



“Hubungan badan antara kalian (dengan isteri atau hamba sahaya kalian) adalah sedekah. Para sahabat lantas ada yang bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Oleh karenanya jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala’.” (HR. Muslim no. 1006)



Berdasarkan hadits di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa pahala seorang pria yang menyetubuhi istri atau budaknya bisa diraih jika didasari niat yang sholeh, yaitu untuk menjaga dirinya atau pula pasangannya agar tidak terjerumus dalam yang haram. Atau jima’ tadi diniatkan untuk menunaikan hak dari pasangannya dengan cara yang ma’ruf sebagaimana yang diperintahkan. Atau hubungan badan tadi bertujuan untuk mencari keturunan sehingga anak-anaknya kelak bisa mewariskan ilmu orang tuanya dan bisa semakin menyemarakkan Islam. Inilah niatan-niatan sholeh yang dimaksud.



Lantas bagaimana jika hubungan badan tersebut hanya ingin memuaskan nafsu syahwat dengan istri atau budak, tidak diniatkan dengan niatan sholeh seperti dicontohkan di atas? Hal ini terdapat khilaf (beda pendapat) di antara para ulama. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa keadaan seperti itu tetap mendapatkan pahala. Sebagian lainnya mengatakan tidak. Yang lebih tepat dalam hal ini adalah pendapat terakhir, yaitu tidak mendapati pahala karena tidak didasari niat yang sholeh saat berhubungan badan. Dalil penguatnya di antaranya adalah hadits berikut,



إِذَا أَنْفَقَ الْمُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهْوَ يَحْتَسِبُهَا ، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً



“Jika seorang muslim berinfak pada keluarganya dengan maksud meraih pahala dari Allah, maka itu dinilai sedekah.” (HR. Bukhari no. 5351). Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud hadits ini adalah sedekah dan infak secara umum dengan syarat ingin mengharap wajah Allah (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/88). Para ulama yang mengatakan mesti dengan niatan sholeh berkata, “Jika pada infak yang wajib saja disyaratkan meraih pahala Allah, bagaimana lagi dengan jima’ yang asalnya mubah?” Sehingga hal ini menunjukkan bahwa jima’ yang bisa berpahala adalah jika diniatkan meraih pahala atau didasari niatan sholeh dan tidak sekedar melampiaskan syahwat belaka.



Demikian bahasan kami seputar jima’ yang halal. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.



Wallahu waliyyut taufiq. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekalongan - Jogjakarta

Jalan Nganter Teman Ke Pekalongan malah sampai Jogjakarta   Awalnya cuman jalan nganter temen dan istrinyta untuk mudik ke Pekalongan, eh... malahan lanjut sampai ke Jogjakarta. Ya sudahlah... jadilah jalan-jalan dan silaturahmi ke teman-teman Pekalongan dan jogjakarta. Jum'at malam 12 Desember 2014 - Minggu 14 Desember 2014 Narsis di Paris (Parang Tritis Tarik bosss Siap nDan.... !!! Duet Semrawut Josss Paralayang Paralayang di Parang tristis narsis yes? Koalisi nih Curhat???? Halo gan??? ngapain??? Delman/dokar/....... Bersama - sama

arema 1 0 persidafon

minggu 9 mei 2010 kanjuruan, kembali arema menunjukan tajinya pada piala indonesia dengan mengalahkan tim divisi utama asal bumi papua persidafon dafonsoro. meski tidak diperkuat bomber asal negeri singa NAS, arema tetap tampil impresif. hujan deras sejak sebelum pertandingan dimulai membuat lapangan licin dan kedua tim sulit mengembangkan permainan. skor kacamata bertahan hingga turun minum. masuknya pemain tengah a. bustomi membuat permainan arema menjadi lebih hidup. tekanan bertubi tubi dilancarkan oleh r chemelo dan dendi s. arema baru bisa mencetak gol melalui heading striker muda dendi santoso. memanfaatkan tendangan penjuru bola langsung disundul oleh dendi dan bola berbelok arah setelah menyentuh pemain belakang persidafon.

Makna dari Lagu Gundul - gundul Pacul

Ingat lagu "GUNDUL GUNDUL PACUL" ? Tembang Jawa ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman2nya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan mulia. --> Gundul adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala, jd gundul adl kehormatan tanpa mahkota. --> Pacul adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat, jd pacul adl lambang kawula rendah, kebanyakan petani. --> Gundul pacul artinya adl bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul utk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya/org bnyk. Orang Jawa mengatakan pacul adlh papat kang ucul (4 yg lepas). Kemuliaan seseorang tergantung dr 4 hal, yaitu bgmn menggunakan mata, hidung, telinga n mulutnya. 1.Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masy/org bnyk. 2.Telinga digunakan u...